ARTIKEL
Masalah Tanaman Cabe yang Berpengaruh
Dalam Perekonomian di Indonesia
Disusun:
Zeinal Arifin
(1425010027)
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UPN
“VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2014
Ø Latar belakang.
Indonesia
merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian
sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni pertanian
tanaman perkebunan (keras) dan pertanian tanaman pangan (palawija). Banyak
produk nasional yang berasal dari pertanian, menjadi bukti bahwa sektor
pertanian mempunyai peranan penting. Perkembangan sector pertanian khususnya
pertanian tanaman pangan, memiliki kaitan erat dengan masalah ketahanan pangan
negara. Beras yang tergolong ke dalam pertanian tanaman pangan (palawija), merupakan
makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS 2002, bidang
pertanian menyediakan lapangan pekerjaan bagi 44,3% penduduk Indonesia dan
menyumbang sekitar 17,3 % dari total pendapatan domestik bruto
(id.wikipedia.org).
Umumnya
petani di Indonesia merupakan petani subsistensi, yakni mereka yang mengolah
sawah atau tanah mereka untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya sendiri. Keberadaan
petani dan lahan bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Jika baik dan
bernilai positif di satu sisi maka berlaku pula untuk sisi yang lain, begitu
juga sebaliknya. Sampai saat ini, di Indonesia, lahan dan petani menjadi
permasalahan yang tak kunjung selesai. Secara spasial, permasalahan lahan
terjadi di semua tempat, baik di pedesaan pulau jawa maupun luar pulau jawa.
Pada
masa globalisasi ini masyarakat berkembang semakin maju. Masyarakat awalnya
bekerja hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok yakni, pangan serta sandang
dan papan. Semakin berkembangnya masyarakat akibat dari pembangunan, maka masyarakat
bekerja bukan hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan
yang lainnya yang cukup penting seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Semakin banyaknya kebutuhan masyarakat juga mempengaruhi kehidupan petani,
sehingga bekerja bagi petani bukan hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok
sandang serta pangan dan papan saja tetapi juga kebutuhan lainnya. Ketika
pendapatan dari hasil pengolahan lahan miliknya tidak mencukupi, maka petani
akan melakukan berbagai usaha lain dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.
Ø Permasalahan yang terjadi pada Budidaya Cabai
Selain masalah hama dan penyakit yang menyerang tanaman
cabai, terdapat penyebab lain yang menyebabkan gagal panen adalah kondisi cuaca
musim penghujan, yang memang tidak ramah terhadap komoditas cabai. Kegagalan
petani tradisional, kebanyakan disebabkan oleh rendahnya kualitas benih.
Biasanya mereka menggunakan benih buatan sendiri, yang mutunya tidak sebaik
benih impor. Faktor lain yang menyebabkan kegagalan petani tradisional adalah,
kecilnya tingkat modal. Rata-rata petani tradisional hanya mengeluarkan modal
di bawah Rp 5.000.000,- per hektar untuk satu musim tanam. Hingga input pupuk
serta pestisida yang mereka berikan ke tanaman juga sangat kecil. Tingkat kegagalan budidaya cabai pada musim penghujan yang
tinggi ini, jelas akan memicu tingginya harga cabai pada musim penghujan pula.
Hingga rata-rata harga cabai antara bulan Desember sampai dengan Maret akan
selalu lebih tinggi dibanding harga rata-rata antara bulan Juli sampai dengan
Oktober. Itulah sebabnya apabila budidaya cabai pada musim penghujan mampu
menghasilkan produksi normal, maka keuntungan yang akan diraih petani, lebih
tinggi daripada budidaya pada musim kemarau. Hal ini lebih sering disebut harga
yang berfluktuatif yang dipengaruhi musim. Permasalahan – permasalahan diatas
ini adalah permasalahan yang kerap kali terjadi pada praktek usaha tani yang
ada di masyarakat. Untuk itu perlu diadakan kegiatan pemberdayaan untuk petani
– petani kecil guna meningkatkan minat petani dan kemampuan petani dalam usaha
agribisnis tanaman hortikultura cabai yang berakibat akan meningkatnya
kesejahterahan petani. Selain itu meningkatkan potensi cabai dalam prospek usaha
agribisnis.
Ø Prospek Tanaman Cabai
Cabe benar benar merupakan komoditas sayuran yang sangat
merakyat, semua orang memerlukannya. Tak heran bila volume peredaran dipasaran
sangat banyak jumlahnya, mulai dari pasar rakyat, pasar swalayan, warung
pinggir jalan, restoran kecil hingga hotel berbintang sehari harinya membutuhkan
cabe dalam jumlah yang tidak sedikit. Cabe merah termasuk dalam golongan enam
besar dari komoditas sayuran yang dieksport Indonesia, selain bawang merah,
tomat. Kentang, kubis dan kol bunga. Meskipun telah mengekspor cabe merah
segar, sampai saat ini kebutuhan cabai secara nasional masih belum dapat
terpenuhi, hal ini disebabkan kenaikan konsumsi cabai dari tahun ke tahun,
untuk menutupi kekurangan tersebut kita mengimport dari China. Agribisnis Cabe adalah usaha
yang sangat menguntungkan apabila diusahakan di Pulau Batam, bahkan dalam
analisa penulis sendiri tingkat ROI ( Return of Investment ) atau pengembalian
modalnya adalah sekitar 299%, dengan B/C ( Benefit Cost Ratio ) 3.99, sebuah
analisa yang sangat layak untuk dikembangkan menjadi usaha yang nyata. Dan
selanjutnya tentu saja, untuk mencapai sukses agribisnis cabe, tekhnologinya
perlu dikuasai, dengan demikian tidak ada investor yang merasa dirugikan dengan
mempunyai tenaga kerja yang trampil dan berpengalaman. Masuknya cabe impor ke
dikhawatirkan di Indonesia pasaran cabe lokal dan ini sangat merugikan pedagang
cabai lokal maupun para petani. Langkah yang dilakukan oleh para petani juga pedagang
mengatasi rendahnya cabai merah belum ada solusinya karena cabai merah tidak
tahan lama, kurang dari sepekan kualitas sudah berubah menunggu dua pekan
membusuk paling dimanfaatkan oleh pedagang bumbu sebagai bahan cabai merah
kering. Harga cabai merah sebelumnya sempat dikeluhkan oelh konsumen karena
para pedagang menjual dengan harga sekitar Rp 65 ribu-Rp 70 ribu per kg bahkan
sampai Rp. 100 ribu. Kenaikan harga cabai merah itu disebabkan harga bahan
bakar minyak (BBM) naik. Untuk pasar-pasar tradisional Jakarta membutuhkan cabe merah setiap
harinya sebanyak 75 ton, dan di pasar tradisional Bandung membutuhkan 32 ton
per hari, yang semuanya berasal dari Brebes. Dalam usaha tani komoditi cabe merah pada
akhirnya untuk memperoleh pendapatan dan tingkat keuntungan yang layak dari
usahataninya. Kegairahan petani untuk meningkatkan kualitas produksinya akan
terjadi selama harga produk berada di atas biaya produksi. Komoditi cabai merah
selain harga juga menjanjikan memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, juga
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Selain untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga sehari-hari, cabai banyak digunakan sebagai bahan baku industri
pangan dan farmasi. Pemasaran cabai dapat dilakukan dalam bentuk segar, kering,
bubuk sebagai bahan dasar industri maupun dalam bentuk pasta cabe. Meskipun
harga pasar cabai sering berfluktuasi cukup tajam, namun hal ini tidak
menurunkan minat petani dan pengusaha untuk membudidayakannya. Sentra produksi
cabai di Indonesia adalah pulau Jawa, dan mulai dikembangkan di daerah di luar
pulau Jawa. Usaha ini terbukti dapat menjadi alternatif bagi pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani setempat di
satu sisi dan masuknya modal/investasi dari daerah lain. Dalam skala makro
bisnis ini juga menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara dan pendapatan
bagi pemerintah setempat, di samping terbukanya peluang kerja baru bagi
masyarakat di daerah, menunjang pengembangan agribisnis serta melestarikan
sumberdaya alam
Kesimpulan
dan Saran
·
Seharusnya benih buatan sendiri
kualitasnya di perbaiki supaya tidak selalu impor yang benihnya lebih bagus dan
benih buatan sendiri pasti lebih murah dibandingkan impor dan hasil
ekonomi di Indonesia bias naik dengan baik.
·
Untuk mengecilkan kegagalan panen
seharusnya penanaman cabai itu dilakukan pada musim dingin karena pada musim
penghujan produksi bisa maksimal dengan itu cabai bias sampai ekspor ke
luar dan ekonomi akan bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar